KENAPA TOLAK POLIGAMI?
Banyak orang kalau dengar kata poligami, reaksinya langsung: “Aduh jangan deh, ribet, kasihan istri pertama.”
Padahal kalau ditelisik lebih dalam, justru poligami itu bisa jadi pilihan bagus—bukan buat semua orang, tapi buat mereka yang memang sudah siap secara lahir batin.
Kenapa? Karena faktanya, orang yang siap poligami umumnya sudah mapan.
Secara finansial, mereka biasanya punya pondasi yang kuat. Nggak mungkin kan, mikir nambah istri tapi beras di rumah aja belum jelas?
Secara emosional, umumnya lebih dewasa. Bayangkan aja, kalau laki-laki masih gampang meledak, bagaimana mungkin dia bisa bagi waktu, kasih sayang, dan perhatian ke lebih dari satu perempuan?
---
🔹 Poligami: Dari Beban Jadi Peluang
Banyak yang nggak sadar, poligami itu bukan sekadar “laki-laki mau enaknya saja.” Kalau ditarik ke realita sosial:
Ada banyak perempuan yang sudah mapan, cantik, cerdas, tapi terlambat menikah.
Ada janda ditinggal wafat suami yang masih butuh pendamping hidup.
Nah, di titik ini, poligami bisa jadi solusi. Bukan buat gaya-gayaan, tapi untuk mengisi kekosongan sosial.
🔹 Fakta Psikologisnya
Dari sisi psikologi, laki-laki yang berhasil berpoligami dengan sehat biasanya punya:
1. Self control yang bagus → nggak gampang marah, nggak gampang tersulut emosi.
2. Empati tinggi → bisa ngerasain apa yang dirasakan istri-istrinya.
3. Rasa tanggung jawab → sadar bahwa semakin banyak istri, semakin banyak amanah.
Dan ini poin pentingnya: Poligami itu bukan untuk sembarang laki-laki.
Kalau belum siap, poligami bisa jadi ladang konflik. Tapi kalau siap, justru bisa jadi ladang kebaikan, keturunan yang kuat, dan jaringan sosial yang lebih luas.
🔹 Jadi, Kenapa Ditolak Mentah-mentah?
Kalau ada orang yang sudah mapan, sudah dewasa, dan punya niat baik untuk poligami, kenapa harus langsung ditolak mentah-mentah?
Bukankah setiap jalan hidup ada plus-minusnya?
Monogami pun bisa berantakan kalau orangnya nggak siap.
Poligami pun bisa jadi indah kalau orangnya matang. Oleh : Vicky Abu Syamil